Search This Blog
makes little things matter by learning from experience
Featured
- Get link
- Other Apps
BAGAIMANA AKU MENEMUKAN KEBAHAGIAAN SEJATI DAN KETENANGAN JIWA?
Become a Supporter of Linguistics Student Indonesia
Aku memikirkan bagaimana caranya menguasai diriku sendiri? Aku selalu memikirkannya. Sampai akhirnya suatu hari dalam hidupku aku menemukan caranya.
ROLLER COASTER EMOSI
Ada satu hal yang selalu mengganggu pikiranku sejak aku remaja hingga usiaku dua puluh tiga. Aku menemukan jawabannya di usia dua puluh empat. Sebuah emotional roller coaster yang menguras pikiran, waktu, dan tenaga, tetapi sangat berharga sampai tidak bisa ditukar dengan apapun di dunia ini.
Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang selalu muncul dalam pikiranku:
Mengapa meskipun aku punya semuanya tetapi tetap merasa hampa?
Mengapa meskipun aku dikelilingi orang-orang yang kusayangi aku tetap merasa sepi?
Mengapa meskipun aku bisa merasakan kebahagiaan tetapi seperti selalu ada yang mengganjal dan menyesakkan dadaku?
Bagaimana caranya meraih hidup yang dilengkapi hati-pikiran tenang, bahagia, dan tidak ada ganjalan?
Karena bagaimana orang bisa hidup tanpa ketenangan hati dan pikiran? Pada saat itu, aku sudah mulai bosan mengungkapkan di buku harianku bahwa pikiran dan hatiku bertengkar setiap malam ketika aku akan pergi tidur. Aku merasa aku harus mengubah keadaan itu dan mencari cara agar diriku bisa meraih ketenangan dan kebahagiaan yang tidak hilang meskipun keadaan menjadi sulit, atau ketika aku benar-benar sendirian.
Pertanyaan yang sangat umum muncul dalam pikiranku saat itu: Apakah aku kurang bersyukur?
Aku menyimpan pertanyaan-pertanyaan itu lama sekali dan aku merasa mengucap syukur saja tidak berhasil membuatku meraih bahagia yang sejati, karena setelah aku mengucap syukur, hatiku tetap saja hampa dan tidak tenang. Dengan kata lain, aku tetap tidak menemukan jawaban atas semua pertanyaanku.
Aku tidak menemukan jawabannya hingga suatu hari ada serangkaian peristiwa yang berlangsung lebih dari enam bulan. Saat itu terjadi usiaku dua puluh dua, aku masih muda tetapi aku merasakan tubuhku sering sakit, sampai dokter yang menanganiku bilang, "kamu sakit lagi?" karena begitu herannya melihatku setiap bulan datang mengunjunginya.
Selain sering sakit, aku juga sering merasa tiba-tiba sedih dan ingin menangis tanpa tahu penyebabnya. Keadaan itu benar-benar menyiksaku, dan aku selalu berdoa pada Allah agar Dia menolongku. Karena pada saat itu, aku sering bisa tidak tidur sama sekali. Kemudian, aku mulai kehilangan nafsu makan, dan perlahan menarik diri dari kehidupan sosial, bahkan keluargaku sendiri. Entah bagaimana, aku merasa semuanya terasa gelap dan menyiksa.
Aku bahkan sempat googling: apakah aku gila? 😅
Aku benar-benar merasa frustrasi dan sedih, tetapi tidak tahu apa yang kualami. Hari-hari kujalani layaknya aku sehat-sehat saja, padahal di dalam diriku aku sungguh kacau, aku menemui jalan buntu.
Sampai suatu hari, aku tiba-tiba saja menangis dan menjerit tidak karuan. Aku mengatakan pada mamaku, "Mama, bagaimana ini? Aku gak tahu kenapa aku menangis, aku gak bisa berhenti," saat itu entah bagaimana, aku seperti kehilangan kontrol atas emosiku. Sepertinya rasa sedih memaksaku untuk mengekspresikannya. Rasanya aneh sekali. Tetapi, sisi baiknya adalah aku tidak kehilangan kesadaran. Jadi, aku cukup yakin, aku bukan kesurupan saat itu.
Mamaku tetap ada di sampingku, dia mengatakan padaku "tidak apa-apa, tidak apa-apa," dia terus mengatakan itu padaku. Aku yakin dia juga bingung apa yang terjadi pada anaknya.
Sampai akhirnya aku tertidur karena mungkin aku kelelahan. Setelah bangun, aku merasa lebih baik. Dari sana, aku merasa ada sedikit motivasi. Meskipun belum sepenuhnya merasa tenang, tetapi aku merasa jauh lebih baik. Sejak itu, aku mulai mencari apa yang melandasi peristiwa itu? Bagaimana seseorang bisa menangis tanpa dia tahu kenapa penyebabnya?
MENGAPA EMOTIONAL AWARENESS ITU PENTING
Aku beruntung bahwa aku dilahirkan dengan orang tua yang selalu mengizinkan anak-anaknya untuk mengekspresikan isi hatinya dan mengungkapkan pendapatnya. Tapi, kalau aku terlihat sedih, muram atau habis menangis, orang tuaku pasti melempariku dengan pertanyaan: Kenapa kamu menangis? Siapa yang berani membuat kamu menangis?
Pertanyaan-pertanyaan itu justru membuatku takut untuk terbuka atau sekadar mengekspresikan rasa sedih. Karena berkontras dengan prinsip hidupku: sebaik mungkin, aku harus berusaha agar tidak menyusahkan orang lain. Dalam konteks ini, aku juga tidak menyalahkan kedua orang tuaku, itu adalah bentuk perhatian mereka yang amat luar biasa.
Pada akhirnya, aku selalu memendam kesedihan itu sendiri dan mencoba melupakannya. Padahal kebiasaan memendam emosi negatif adalah kebiasaan buruk yang tidak boleh dilakukan manusia manapun. Aku mengetahuinya setelah aku membaca buku karya Daniel Goleman berjudul Emotional Intelligence.
Sejak kecil, pemahamanku terhadap emosi-emosi seperti menangis, takut, curiga, cemas, frustrasi, marah, sangatlah minim. Maksudku, selama aku hidup dua puluh tiga tahun, aku hanya sebatas tahu bahwa emosi-emosi negatif itu ada dan bisa menghampiriku kapan saja. Tapi, aku tidak pernah mengenal:
1. Cara mengidentifikasi penyebab mengapa aku memiliki semua emosi itu;
2. Apa sumber-sumber perasaan sedih, frustrasi dan cemas, atau
3. Bagaimana cara mengelola dan menyalurkan emosi-emosi negatif seperti itu?
Itulah mengapa memahami tentang kesadaran emosional (emotional awareness) menjadi penting. Kesadaran emosional memiliki komponen seperti kesadaran penuh tentang diri sendiri (self-awareness), pengelolaan diri (self-management), empati (empathy), motivasi (motivation), manajemen konflik (conflict management) dan kecakapan sosial (social skills) yang saling semuanya saling melengkapi satu sama lain.
Aku mulai melakukan analisis terhadap itu semua karena aku bersungguh-sungguh ingin hidup bahagia tanpa ada sesuatu yang mengganjal di hati. Berikut ini hasil analisisku yang berhasil memberiku ketenangan dan kebahagiaan sejati yang kuinginkan. Perlu diingat dulu, proses ini dapat berbeda bagi setiap individu, dan tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan caraku dalam menggunakan emotional awareness sebagai kunci meraih kebahagiaan sejati dengan harapan teman-teman bisa terinspirasi.
Berikut caraku membangun self-awareness, salah satunya adalah dengan mencari sumber-sumber emosi negatif dan merumuskan solusi yang realistis dan dapat kujalani alih-alih menyimpan dan menekan perasaan itu ke dalam diri atau berusaha melupakannya dengan tidur atau rekreasi.
Aku termasuk tipe orang yang tidak ingin merusak kualitas tidur dan rekreasiku, sehingga melakukan kegiatan lain, menurutku, bukanlah cara yang tepat untuk menghilangkan emosi negatif, hal tersebut hanya akan menjadi sebuah pengalihan dan berujung membuatmu menumpuk emosi-emosi di dalam dirimu.
Begini, aku sering melihat sebagian orang yang pergi berekreasi, tetapi ketika mereka pulang, mereka akan mengeluh lagi tentang kehidupannya. Kemudian orang yang tidur, tetapi ketika bangun mereka merasa "deg-degan" lagi, sampai ada istilah i want to live in my dream because it's better than reality. Aku memandang hal itu sebagai hal yang merusak esensi dari tidur dan rekreasi itu sendiri, sungguh realita yang menyedihkan.
Oleh karena itu, daripada mencari distraksi sementara seperti itu, aku pribadi memilih untuk mencari cara dan menganalisis penyebab mengapa aku tidak tenang dalam hidup ini, yaitu dengan merasakan dan mengenali sumber-sumber emosi negatif yang kurasakan, agar aku bisa menuntaskannya. Nah, aku biasanya duduk dengan diriku sendiri dan merefleksikannya.
Oh iya, hal ini hanyalah salah satu komponen dari sekian banyak komponen emotional awareness ya! Yang akan kujelaskan di sini, yakni self-awareness yang telah berhasil aku raih dengan rajin-rajin bermeditasi. Aku memilih meditasiku dengan cara menulis. Aku menuliskan perasaanku berikut solusinya di sebuah buku.
Sebagai catatan: komponen-komponen emotional awareness lainnya, akan kujelaskan melalui tulisan yang terpisah. Oke, kita mulai, ya!
1. Penyebab Rasa Cemas
Terdapat celah besar (gap) antara apa yang kulakukan dengan apa yang kuharapkan. Aku merasa bahwa aku belum dapat meraih apa yang kuharapkan dengan apa yang kujalani saat ini.
Solusi:
(a) Aku ini manusia, bukan robot, aku butuh slowing down dan melakukan evaluasi terhadap langkah-langkah dalam hidupku. Memiliki ambisi dalam hidup ini memang bagus, tetapi jika tidak pernah slowing down dan melakukan evaluasi akan membuatku menjadi orang yang punya ambisi, tetapi perjalananku meraihnya tidak terarah.
(b) Aku harus menerima bahwa aku memiliki batasan. Jika rencanaku tak dapat direalisasikan sekarang, aku hanya perlu mencoba lagi, dan lagi. Jika Allah tidak memberi, maka itu sebuah pemberian. Tunggu saja, akan ada sesuatu yang lain, yang lebih tepat, yang pasti akan menghampirimu.
(c) Jika orang tidak menyukai hasil dari pekerjaanku, atau tidak menerima kehadiranku, aku tidak perlu memaksakan atau mencoba meyakinkan mereka. Tinggalkan saja mereka, dan aku hanya perlu yakin pada apa yang kukerjakan sambil mencari orang-orang yang memahami apa yang kulakukan.
(d) Isi celah besar tadi dengan memperbaiki perbuatan atau aksiku. Tanyakan kepada diri sendiri, apa yang kurang saat ini? Cobalah untuk merealisasikannya. Lakukan sesuatu sekarang! Jangan mencemaskan hal yang belum terjadi, karena jika aku tiba-tiba saja mati, aku akan lebih memilih mati karena menggunakan energiku untuk merealisasikan sesuatu yang kuharapkan daripada mati dalam keadaan mencemaskan masa depan, mengeluh, dan meratapi nasib. Waktu tidak dapat kembali.
2. Penyebab Perasaan Hampa
Aku merasa hampa dan sendirian meskipun aku punya banyak teman dan hidup bersama orang-orang yang menyayangiku. Rasanya tidak ada yang mengerti aku. Rasanya lelah setelah seharian berkumpul bersama orang-orang tertentu.
Solusi:
(a) Bangun rasa percaya diri dan evaluasi lingkaran terdekatmu
Aku berhasil membangun rasa percaya diri karena setelah mengambil sebuah keputusan besar, nyatanya dunia tidak kiamat malahan jadi lebih baik. Lalu, tidak perlu peduli apa kata orang, karena apapun yang mereka katakan hanyalah sebuah perkataan, jarang sekali menjadi hal yang mengubah keadaan. Ingat, di saat kamu susah: 80 persen orang tidak peduli, dan 20 persennya senang kamu mendapatkan hal itu. Jadi, percaya dirilah, jika kamu merasa menjadi dirimu yang sejati saat melakukan sesuatu, artinya kamu melakukan hal yang benar. Jangan terlalu keras pada dirimu, karena orang yang membencimu sudah melakukannya untukmu, gratis pula! Bicaralah pada dirimu dengan bahasa yang paling lembut, seperti kamu bicara kepada orang yang kamu cintai.
Selain itu, aku mulai melakukan evaluasi terhadap lingkaran pertemananku. Aku akhirnya memiliki prinsip bahwa aku tidak perlu dikelilingi banyak orang. Aku hanya perlu segelintir orang saja yang memang cocok denganku. Orang-orang yang sesuai dengan kamu, akan membuatmu meraih banyak hal dan membuat kualitas hidupmu lebih baik. Lingkaran pertemanan akan sangat menentukan siapa kamu di masa depan.
Aku melakukan relationship cut-off terhadap beberapa orang, aku memilih mengatakan tidak dan menyelesaikan hubunganku dengan mereka. Sederhananya, secara alami, ketika aku mengalami perubahan besar dalam diriku, maka pasti ada cara pandangku yang berubah, aku menyusun rencana lain dan strategiku pasti berubah, dan aku tidak ingin melibatkan orang-orang ini lagi, karena mereka tidak menganut nilai yang sama dengan nilai-nilai yang kuanut. Merepotkan saja, kan?
Satu hal yang perlu diingat, menyelesaikan hubungan pertemanan dapat dilakukan tanpa membenci. Setelah melakukan cut-off ini, aku bisa melihat perubahan besar ke arah yang jauh lebih baik dalam hidupku, dan siapa saja yang ternyata memberi pengaruh yang tidak sesuai dengan nilai-nilai hidupku selama ini.
(b) Jangan memiliki perasaan berhak mendapatkan sesuatu (entitlement)
Jangan merasa spesial. Dunia tidak berputar di sekitarmu saja. Dalam jenis hubungan apapun, jika orang lain tidak yakin bisa get along dengan aku, aku tidak akan mencoba meyakinkannya. Aku hanya akan maju terus mengikuti intuisiku, karena aku yakin Allah akan mengganti posisi mereka dengan orang-orang yang lebih cocok denganku.
Selain itu, hubungan apapun pertemanan, pekerjaan, atau romansa, bagiku adalah tentang perasaan dan energi, bukan transaksional. Jadi, aku tidak ingin merasa berhak mendapatkan apapun dari orang yang menjalin hubungan denganku, aku menjalin hubungan dengan orang lain tanpa asas fitur (fisik, status, jabatan) dan manfaat (keuntungan baik itu material dan nonmaterial). Aku menjalin semuanya dengan perasaan, pandangan hidup yang sama, dan rasa saling menghormati (mutual respect). Namun, jika kemudian ada perilaku mereka tidak membuatku nyaman, aku akan wise enough untuk mengingatkan, tetapi jika aku merasa semakin tidak sejalan, aku sudah pasti akan memilih untuk meninggalkan mereka.
Aku pernah merasa tidak ada yang mengerti diriku, tetapi ternyata permasalahannya ada dua: aku mengabaikan tanda-tanda yang diberikan orang lain kepadaku, dan tanda-tanda yang diberikan oleh diriku sendiri. Perasaan ingin dimengerti perlu dibenahi secara khusus dengan melihat apakah ada orang lain yang mengubah caramu memandang dirimu, self-image merupakan materi penting yang membuat seseorang bisa membangun atau menghancurkan dirinya. Self-image perlu diperhatikan penuh, dijaga 24 jam 365 hari atau orang lain bisa memanfaatkan itu darimu dan membuatmu merasa tidak berharga. Sangat berbahaya.
(c) Jangan abaikan intuisi, tubuhmu berbicara
Jika kamu merasa ada yang tidak beres dengan orang lain, sebaiknya jangan abaikan itu. Aku mendengarkan tubuhku saat duduk bersama orang lain, aku tidak menyadarinya sampai aku membaca buku tentang latihan pernapasan. Ada perubahan cara bernapas ketika kita duduk bersama orang-orang yang tidak sefrekuensi dengan kita. Orang-orang itu memancarkan energi yang tidak menyenangkan, dan bahkan menyerap energimu. Maka, setelah kamu pulang kamu akan merasa sedih tanpa sebab atau hampa. Karena sebenarnya tubuh mereka dan tubuhmu saling memancarkan energi saat kalian bertemu.
Perhatikan selalu jika kamu sedang bersama orang lain, apakah kamu nyaman? Apakah kamu bernapas dengan tenang dan santai? Atau justru sebaliknya? Kamu merasa ada yang mengganjal di dada dan perutmu? Apakah ketika selesai bertemu mereka kamu malah menjadi lelah dan hampa?
Kadang-kadang, tanda-tanda lain seperti rasa tidak nyaman di perut, kulit yang tiba-tiba gatal, atau tiba-tiba merasa gelisah, dalam pengalamanku juga merupakan sinyal yang diberikan tubuhku menandakan seseorang memiliki energi yang tidak selaras denganku.
Jika aku menemukan tanda-tanda itu, aku biasanya langsung melakukan evaluasi untuk mencari di mana letak hal yang perlu diperbaiki dari hubunganku dengan mereka atau sebaiknya aku menciptakan batas? Karena itulah cara intuisi dan tubuh kita bekerja untuk menyelamatkan kita dan membantu kita menyadari sumber-sumber yang dapat merusak keseimbangan emosi dalam diri ini.
I highly appreciate your visit to the Linguistics Student Indonesia website.
- Get link
- Other Apps
Most Visited Articles
LINGUISTICS STUDENT INDONESIA PROFILE
- Get link
- Other Apps
DAFTAR BUKU LINGUISTIK DAN PENELITIAN KUALITATIF
- Get link
- Other Apps
Comments
Post a Comment